Sunday, January 22, 2017

PERPAJAKAN PPH PASAL 25

 Penulis Blog : Asep Supriyatna,S.E.

PERPAJAKAN II
PPH PASAL 25








Disusun oleh :

Asep Supriyatna   1611070114





Institut Keuangan Perbankan dan Informatika Asia Perbanas Jakarta
Tahun 2016



Pengantar

Sistem perpajakan kita menganut prinsip “Convinience to Pay” yang berati bahwa Wajib Pajak membayar pada saat yang paling menguntugkan dirinya. Salah satu cotohnya adalah membayar angsura pajak setiap bulan. Dengan adanya pembayaran angsuran pajak maka Wajib Pajak lebih ringan bebannya dalam membayar beban bajak yang terutang pada akhir tahun dan sebaliknya bagi pemerintah akan ada cash inflow untuk pembayaran negara. Pembayaran ansuran pajak dalam tahun berjalan dikenal degan pembayaran PPh Pasal 25. Angsuran pembayarn pajak ini nantinya akan diperhitungkan degan PPh terutang pada akhir tahun didalam SPT tahunan. Tetapi, bagaimanakah cara menetukan besarnya PPh pasal 25 yang harus dibayar setiap bulan? Pada kesempatan ini kami mencoba menguraikan cara umum meghitung PPh pasal 25, variasi-variasi penghitungan PPh pasal 25 serta keadaan - keadaan tertentu yang menyebabkan variasi tersebut.
Menteri Keuangan telah mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 255/PMK.03/2008 yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/ PMK.03/ 2009 tentang Penghitungan Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan DalamTahun Pajak Berjalan Yang Harus Dibayar Sendiri Oleh Wajib Pajak Baru,Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa, Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala Termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu. Namun dalam Peraturan Menteri Keuangan tersebut tidak memberikan contoh penghitungan angsuran Pajak Penghasilan.
Pajak Penghasilan pasal 25 (selanjutnya disebut angsuran PPh pasal 25) terhadap:
a. Wajib Pajak baru;
b. Wajib Pajak bank, badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.


Angsuran Pajak Penghasilan, PPh Pasal 25.
Pembahasan

Dalam memenentukan besarnya PPh pasal 25 setiap bulan, pajak mengasumsikan kondisi usaha Wajib Pajak di tahun depan minimal sama dengan kondisi usaha tahun sekarang. Dengan asumsi tersebut pajak menganggap besarnya PPh yang harus dibayar sendiri di tahun depan besarnya juga sama dengan jumlah PPh yang dibayar sendiri ditahun sekarang.

Undang-Undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 (selanjutnya disebut Undang-Undang PPh) pada pasal 25 mengatur penghitungan angsuran Pajak Penghasilan. Ketentuan ini mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar oleh Wajib Pajak sendiri dalam tahun berjalan. Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang PPh menjelaskan ketentuan besarnya angsuran PPh yaitu: “Besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam Pasal22; dan
b. Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, dibagi 12 (dua belas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak."

Contoh:
Berdasarkan penjelasan pasal 25 ayat 1 :
Berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2009 diketahui:
Jumlah Pajak Penghasilan yang terutang sebesar Rp 50.000.000.
Data kredit pajak tahun 2009 adalah:
a. Pajak Penghasilan yang dipotong pemberi Kerja ( PPh Pasal 21) Rp 15.000.000
b. Pajak Penghasilan yang dipungut oleh pihak lain (PPh Pasal 22)
 Rp 10.000.000
c. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh pihak lain (PPh Pasal 23) Rp 2.500.000
d. Kredit Pajak Penghasilan luar negeri (PPh Pasal 24) Rp 7.500.000
Penghitungan angsuran Pajak Penghasilan pasal 25 tahun 2010 adalah:
Pajak Penghasilan terutang                                    Rp       50.000.000
Kredit Pajak:
a. PPh pasal 21                    Rp       15.000.000
b. PPh pasal 22                    Rp       10.000.000
c. PPh pasal 23                    Rp 
        2.500.000
d. PPh Pasal 24                   Rp 
        7.500.000 (+)
Jumlah Kredit Pajak                                                Rp       35.000.000 
(-)
Pajak Penghasilan yang harus dibayar                  Rp       
 15.000.000
Besarnya angsuran PPh 25 yang harus dibayar sendiri setiap bulan untuk tahun 2010 adalah: Rp. 15.000.000 / 12 = Rp. 1.250.000

Besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk bulan bulan sebelum Surat Pemberitahuan Tahuanan Pajak Penghasilan disampaikan sebelum batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sama dengan besarnya angsuran pajak untuk bulan terakhir tahun pajak yang lalu.
Selanjutnya masih terdapat beberapa hal yang dapat mempengaruhi besarnya jumlah angsuran PPh pasal 25 yaitu:

1.                 Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan surat ketetapan pajak untuk tahun pajak yang lalu, maka besarnya angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan surat ketetapan pajak tersebut, dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan surat ketetapan pajak (Pasal 25 ayat 4 Undang-Undang PPh).
2.                Direktur Jenderal Pajak berwenang untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak dalam tahun pajak berjalan dalam hal-hal tertentu, sebagai berikut:
a. Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian;
b. Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur;
c. Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan;
d. Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan;
e. Wajib Pajak membetulkan sendiri Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan; dan
f. Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak (Pasal 25 ayat 6 Undang-Undang PPh).
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 selain yang telah diatur dan diberi contoh oleh Undang-Undang PPh pada pasal 25 ayat (1), pasal 25 ayat (4), dan pasal 25 ayat (6) juga memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan penghitungan besarnya angsuran pajak bagi:
a. Wajib Pajak baru;
b. Wajib Pajak bank , badan usaha milik Negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus membuat laporan keuangan berkala; dan
c. Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu dengan tarif paling tinggi 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari peredaran usaha (pasal 25 ayat7).


Berdasarkan wewenang tersebut Menteri Keuangan mengeluarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 255/PMK.03/2008 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 208/ PMK.03/ 2009 (selanjutnya disebut PMK 208/PMK.03/2009) yang menetapkan penghitungan besarnya angsuran Pajak Penghasilan dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh :
a. Wajib Pajak baru
b. Bank, Sewa Guna Usaha Dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Wajib Pajak Masuk Bursa Dan Wajib Pajak Lainnya Yang Berdasarkan Ketentuan Diharuskan Membuat Laporan Keuangan Berkala,
c. Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.

Pada prinsipnya penghitungan besarnya angsuran bulanan dalam tahun berjalan didasarkan pada Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun yang lalu. Namun ketentuan ini memberi kewenangan kepada Menteri Keuangan untuk menetapkan dasar penghitungan besarnya angsuran bulanan selain berdasarkan prinsip tersebut di atas. Hal ini dimaksudkan untuk lebih mendekati kewajaran perhitungan besarnya angsuran pajak karena didasarkan kepada data terkini kegiatan usaha perusahaan.

1.    Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak Baru

a.    Ketentuan Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Peraturan Menteri Keuangan
   Ketentuan Wajib Pajak baru diatur pada penjelasan pasal 25 ayat (7) huruf a Undang-Undang PPh , yaitu Wajib Pajak yang mulai menjalankan usaha atau melakukan kegiatan dalam tahun pajak berjalan. Ketentuan Wajib Pajak baru juga diatur pada pasal 1 angka 1 PMK 208/PMK.03/2009.
    Wajib Pajak baru menurut Peraturan Menteri Keuangan ini adalah Wajib Pajak orang pribadi dan badan yang baru pertama kali memperoleh penghasilan dari usaha atau pekerjaan bebas dalam tahun pajak berjalan. Penghitungan besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak baru ini diatur pada pasal 2 PMK 208/PMK.03/2009 yaitu:
1)  Besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak baru adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (dua belas).
2)    Penghasilan neto sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :
a.    Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menyelenggarakan pembukuan dan dari pembukuannya dapat dihitung              besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkanpembukuannya;
b. Dalam hal Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya       menyelenggarakan pencatatan dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan neto setiap bulan, penghasilan neto fiskal dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atas peredaran atau penerimaan bruto.

3)    Untuk Wajib Pajak orang pribadi baru, jumlah penghasilan neto fiskal yang
di setahunkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak.
4)    Dalam hal Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa Wajib
Pajak badan yang mempunyai kewajiban membuat laporan berkala,             besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12 .

b.  Ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 dan Peraturan Menteri Keuangan
Sehubungan dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 Tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (selanjutnya disebut PP 46 tahun 2013) dan ditindak dilanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan Nomor 107/PMK.011/2013 tentang Tata Cara Penghitungan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (selanjutnya disebut PMK 107/PMK.011/2013) dijelaskan batasan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Batasan Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final diatur pada Pasal 2 PMK No.107/PMK.011/2013, yaitu:
1)  Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak yang memiliki      peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.
2) Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud pada            ayat (1) adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
a.    Wajib Pajak orang pribadi atau Wajib Pajak badan tidak termasuk bentuk usaha tetap; dan
b. Menerima penghasilan dari usaha, tidak termasuk penghasilan dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas, dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp 4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak.
3) Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat     (2huruf b meliputi:
a. Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas, yang terdiri dari pengacara,    akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan aktuaris;
b.    Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
c.    olahragawan;
d.    penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e.    Pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f.     Agen iklan;
g.    Pengawas atau pengelola proyek;
h.    Perantara;
i.      Petugas penjaja barang dagangan;
j.      Agen asuransi; dan
k.   Distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing) atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
4)    Tidak termasuk Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau jasa yang dalam usahanya:
a.    Menggunakan sarana atau prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik   yang menetap maupun tidak menetap; dan
b.    Menggunakan sebagian atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan.
5)    Tidak termasuk Wajib Pajak badan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah:
a.    Wajib Pajak badan yang belum beroperasi secara komersial; atau
b.  Wajib Pajak badan yang dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4.800.000.000 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).

Pengertian peredaran bruto sebagai dasar untuk dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dinyatakan pada pasal 3 PMK No. 107/PMK.11/2013, yaitu:

(1) Pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) didasarkan pada peredaran bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.

(2) Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha seluruhnya termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk peredaran bruto dari:
a. jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3);
b. penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar negeri;
c. usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak Penghasilan yang   bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri; dan
d. penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.

(3) Dalam hal peredaran bruto dari usaha pada Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak meliputi jangka waktu 12 (dua belas) bulan, pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada jumlah peredaran bruto Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak bersangkutan yang disetahunkan.

(4) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar pada tahun pajak 2013 sebelum Peraturan Menteri ini berlaku, pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) didasarkan pada jumlah peredaran bruto dari bulan saat Wajib Pajak terdaftar sampai dengan bulan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini yang disetahunkan.

(5) Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan Menteri ini, pengenaan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.

Contoh Kasus WP Badan Baru:
1) PT Andalan yang bergerak di bidang usaha industri pengolahan gula didirikan pada bulan Agustus 2013 dan pada tahun yang sama mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak badan di KPP Z.
PT Andalan menggunakan tahun buku Januari-Desember. Sampai dengan bulan Oktober 2014 PT Andalan masih terus melakukan kegiatan investasi dalam bentuk pembangunan pabrik dan instalasi mesin-mesin industri dan belum melakukan kegiatan operasi secara komersial. Pada tanggal 1 November 2014 PT Andalan mulai melakukan kegiatan operasi secara komersial berupa produksi gula dalam kemasan. Jika laporan laba rugi PT Andalan pada bulan November 2014 menyatakan peredaran bruto Rp500.000.000 dan biaya-biaya fiskal Rp 400.000.000
a. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Agustus 2013 sampai dengan        Oktober 2014?
b. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014?
Jawaban:
a. Masa Agustus 2013 sampai dengan Oktober 2014, PT Andalan belum mempunyai kewajiban membayar angsuran PPh pasal 25 karena belum beroperasi secara komersial sehingga belum mempunyai penghasilan dan Pajak Penghasilan terutang nihil (Undang –Undang PPh pasal 25).
b. Angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014 diatur sbb:
Sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2), pasal 2 ayat (5), serta pasal 7 PMK 107/PMK.011/2013 maka terhadap PT Andalan dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum Undang-Undang PPh sampai dengan jangka waktu 1 (satu) tahun sejak beroperasi secara komersial.
Peraturan yang terkait dengan tarif umum Undang-Undang PPh yaitu Undang-Undang PPh pasal 17, pasal 25, dan pasal 31E; PMK 208/PMK.03/2009 pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (2).
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014 (saat mulai beroperasi secara komersial) berdasarkan penghasilan neto sebulan kemudian disetahunkan.
Peredaran bruto                                             Rp       500.000.000
Biaya-biaya fiskal                                           Rp       400.000.000
Penghasilan Neto Fiskal sebulan                  Rp       100.000.000
Penghasilan Neto Fiskal setahun                  Rp    1.200.000.000
Kompensasi Kerugian                                    Rp 
                 -            
Penghasilan Kena Pajak                                Rp    1.200.000.000

Peredaran Bruto setahun adalah:
 12 x Rp. Rp 500.000.000 = Rp 6.000.000.000
     Karena jumlah peredaran bruto masih dibawah Rp50.000.000.000 setahun maka terhadap PT Andalan mendapat fasilitas pasal 31 E Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.
     Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas adalah:
Rp 4.800.000.000
 x Rp 1.200.000.000 = Rp 960.000.000
Rp 6.000.000.000
Pajak Penghasilan terutang: 50% x 25% x Rp 960.000.000 = Rp 120.000.000
     Jumlah Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas:
Rp1.200.000.000 – Rp960.000.000 = Rp 240.000.000
Pajak Penghasilan terutang: 25% x Rp 240.000.000 = Rp 60.000.000

     Jumlah Pajak Penghasilan terutang (fasilitas)                 Rp 120.000.000            Jumlah Pajak Penghaslian tertutang (non fasilitas)         Rp   60.000.000 (+)
     Total Pajak Penghasilan yang terutang                             Rp 180.000.000
     Angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014: Rp180.000.000/12 = Rp15.000.000 dan disetor ke Kas Negara paling lambat tanggal 15 Desember 2014.
   Apabila sebagaimana dimaksud dalam contoh di atas jumlah peredaran bruto bulan November 2014 (saat mulai beroperasi secara komersial) Rp300.000.000 dan biaya-biaya fiskal sebesar Rp200.000.000
    
Jumlah peredaran bruto setahun adalah: 12 x Rp 300.000.000 = Rp 3.600.000.000 (masih dibawah Rp4.800.000.000,00). Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan November 2014 tetap berdasarkan tarif umum Undang-Undang PPh seperti contoh PT Andalan di atas.

Contoh II :
2) Tn. Bejo (subjek pajak dalam negeri) statusnya menikah dan mempunyai 3 orang anak, tinggal di Jakarta. Pada bulan Juli 2014 memulai usaha bengkel mobil "Lari Cepat". Jumlah penghasilan selama bulan Juli 2014 sebesar Rp500.000.000 Biaya – biaya yang dikeluarkan pada bulan Juli 2014 sebesar Rp450.000.000 Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2014?
     Jawaban:
     Peraturan yang terkait adalah PMK No. 107/PMK.11/2013 pasal 2 dan pasal 3. Wajib Pajak baru terdaftar bulan Juli 2014 (setelah berlakunya PP 46 tahun 2013 dan PMK 107/PMK.011/2013), maka pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.
     Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp 500.000.000 = Rp 6.000.000.000
Karena peredaran bruto yang disetahunkan sudah melebihi
 Rp 4.800.000.000 maka penghitungan pajak penghasilan dihitung menggunakan tarif pasal 17 Undang-Undang PPh. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2014 adalah:
Peredaran Usaha bulan Juli 2015                          Rp   500.000.000
Biaya-biaya fiskal                                                   Rp    450.000.000
 (-)
Penghasilan Neto Fiskal sebulan                           Rp      
50.000.000
Penghasilan Neto Fiskal setahun                           Rp   600.000.000
PTKP : K/3                                                              Rp     32.400.000
Penghasilan Kena Pajak setahun                           Rp   567.600.000
PPh Wajib Pajak Orang Pribadi terutang:
5%   x Rp   
50.000.000              = Rp      2.500.000
15% x Rp 200.000.000              = Rp    30.000.000
25% x Rp 250.000.000              = Rp    62.500.000
30% x Rp 
  67.600.000              Rp    20.280.000
           Rp 567.600.000              
= Rp  115.280.000
     Angsuran PPh pasal 25 bulan Juli 2015 adalah : Rp115.2800.000/ 12 = Rp9.606.666 dan paling lambat disetor ke Kas Negara tanggal 15 Agustus 2014.


Contoh III :
3) Tn. Kanai (subjek pajak dalam negeri) memulai usaha restoran "Enak Lezat" pada bulan Agustus 2014. Peredaran usaha bulan Agustus Rp300.000.000 Berdasarkan pembukuan, diketahui jumlah biaya-biaya fiskal sebesar Rp250.000.000. Berapa besaran angsuran PPh pasal 25 bulan Agustus 2014?
     Jawaban:
Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp300.000.000 = Rp3.600.000.000
Karena peredaran bruto yang disetahunkan belum melebihi
 Rp4.800.000.000 maka terhadap penghasilan bruto tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 1%.
PPh terutang bulan Agustus 2014 adalah: 1% x Rp300.000.000 = Rp3.000.000 dan tidak ada angsuran PPh pasal 25.



2. Perhitungan angsuran PPh pasal 25 bagi Wajib Pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah, dan Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat Laporan Keuangan berkala

a. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 terhadap Wajib Pajak bank dan sewaguna usaha dengan hak opsi.
     Penghitungan besarnya angsuran PPh pasal 25 diatur dalam pasal 3 PMK 208/ PMK.03/ 2009 yaitu besarnya Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
     Contoh:
     PT Bank X berdasarkan laporan keuangan triwulan Januari - Maret 2014 diketahui memperolah laba fiskal sebesar Rp5.000.000.000. PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar Rp400.000.000.
Hitunglah jumlah angsuran PPh pasal 25 pada triwulan II (April – Juni 2014).
     Jawaban:
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada triwulan II (April – Juni 2014) didasarkan pada laporan keuangan triwulan terakhir yaitu triwulan I (Januari-Maret 2014).
Diasumsikan bahwa peredaran bruto triwulan I setahun di atas Rp 50.000.000.000 maka terhadap PT Bank X tidak mendapat fasilitas pasal 31 E Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.Laba Fiskal yang disetahunkan: 4 x Rp5.000.000.000        = Rp    20.000.000.000
PPh Terutang: 25% x Rp20.000.000.000               = Rp    
  5.000.000.000
Kredit Pajak Pasal 24 tahun 2013                          
Rp         400.000.000 (-)
PPh yang harus dibayar sendiri                             
Rp      4.600.000.000
Angsuran PPh pasal 25 bulan April 2014 : Rp4.600.000.000 / 12 = Rp 383.333.333
     Selanjutnya penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada triwulan III (Juli-September) didasarkan pada laporan keuangan triwulan II (April-Juni).


b. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 terhadap Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
     Penghitungannya diatur pada Pasal 4 PMK 208/ PMK.03/ 2009 yaitu:
o Besarnya Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pajak Penghasilan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (dua belas).
o Dalam hal Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) belum disahkan, maka besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk bulan-bulan sebelum bulan pengesahan adalah sama dengan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya.
     Contoh:
     PT MBA merupakan Badan Usaha Milik Negara berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun 2014 yang telah disahkan Rapat Umum Pemegang Saham pada bulan Januari 2014 diketahui sbb:
Rencana Peredaran bruto tahun 2014                  Rp       100.000.000.000
Rencana Laba Fiskal tahun 2014 sebesar            Rp 
        10.000.000.000
PPh pasal 22 impor tahun 2013 sebesar              Rp 
             150.000.000
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013 sebesar   Rp 
             100.000.000
PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar                        Rp 
            400.000.000
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 tahun 2014 adalah :

     Jawab :
Karena peredaran bruto setahun di atas Rp 50.000.000.000 maka terhadap PT MBA tidak mendapat fasilitas pasal 31 E Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.
     Rencana Laba Fiskal tahun 2014 Rp 10.000.000.000
PPh Terutang: 25% x Rp. 10.000.000.000 =                          Rp 2.500.000.000
Kredit Pajak :
PPh pasal 22 impor tahun 2013 sebesar            Rp 150.000.000
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013 sebesar Rp 100.000.000
PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar                      Rp 400.000.000
 (+)
Jumlah Kredit Pajak                                                               Rp 
   650.000.000 (-)
PPh Badan terutang yang harus bayar sendiri                      Rp 1.850.000.000
Angsuran PPh pasal 25 tahun 2014 : Rp1.850.000.000 / 12= Rp. 154.166.666


c. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 terhadap Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat Laporan Keuangan berkala.
     Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk Wajib Pajak masuk bursa dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala, penghitungannya diatur pada Pasal 5 PMK 208/ PMK.03/ 2009 yaitu sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba-rugi fiskal menurut laporan keuangan berkala terakhir yang disetahunkan dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 dan Pasal 23 serta Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri untuk tahun pajak yang lalu, dibagi 12.
     Contoh:
     PT ACI Tbk berdasarkan laporan keuangan berkala bulan Januari - Juni 2014 diketahui sbb:
Peredaran Bruto Januari-Juni 2014                        Rp       60.000.000.000
Laba Fiskal Januari - Juni 2014                              Rp       20.000.000.000
PPh pasal 22 impor tahun 2013                              Rp       
     100.000.000
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013                   Rp              70.000.000
PPh Pasal 24 tahun 2013                                       Rp       
     300.000.000
     Penghitungan angsuran PPh pasal 25 pada bulan setelah penyampaian laporan berkala adalah:
     Peredaran bruto setahun 2 x Rp 50.000.000.000 = Rp 100.000.000.000
Karena peredaran bruto setahun di atas Rp 50.000.000.000 maka terhadap PT ACI tidak mendapat fasilitas pasal 31E Undang-Undang PPh dalam menghitung Pajak Penghasilan terutang.
     Jawab :
Laba Fiskal Januari-Juni 2014               Rp       20.000.000.000
Laba Fiskal tahun 2014 (setahun)         Rp       40.000.000.000
PPh Terutang :
25% x Rp 40.000.000.000,00 =                                             Rp 10.000.000.000
Kredit Pajak:
PPh pasal 22 impor tahun 2013            Rp            100.000.000
PPh pasal 23 dipungut pihak lain 2013 Rp              70.000.000
PPh Pasal 24 tahun 2013 sebesar        Rp             300.000.000
 (+)
Jumlah Kredit Pajak                                                               Rp      470.000.000
 (-)  PPh Badan yang harus bayar sendiri                                   Rp   9.530.000.000
     Angsuran PPh pasal 25 bulan Juli sampai Desember 2014: Rp 9.530.000.000 / 12 = Rp 794.166.666

3. Penghitungan angsuran PPh pasal 25 terhadap Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu.
     Penghitungannya diatur pada Pasal 6 PMK 208/ PMK.03/ 2009. Besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu, ditetapkan sebesar 0,75% (nol koma tujuh puluh lima persen) dari jumlah peredaran bruto setiap bulan dari masing-masing tempat usaha tersebut.
     Ketentuan pelaksanaan angsuran PPh pasal 25 untuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Nomor Per-32/PJ/2010 Tentang Pelaksanaan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu.
     Pasal 1 Per 32/PJ/2010 menjelaskan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha sebagai Pedagang Pengecer yang mempunyai 1 (satu) atau lebih tempat usaha.
Pedagang Pengecer adalah orang pribadi yang melakukan:
a. penjualan barang baik secara grosir maupun eceran; dan/atau
b. penyerahan jasa, melalui suatu tempat usaha.

    Contoh:
Heri Kurnia merupakan Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan usaha perdagangan mobil bekas yang memiliki 1 (satu) tempat kegiatan usaha dan memulai usahanya pada bulan Juli 2014. Peredaran bruto pada bulan Juli 2014 sebesar Rp350.000.000
     Berapa besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan Juli 2014?

    Jawaban:
Heri Kurnia termasuk Wajib Pajak orang pribadi pengusaha tertentu sesuai pasal 6 PMK 208/ PMK.03/ 2009 karena dikategorikan sebagai Pedagang Pengecer (Pasal 1 Per 32/PJ/2010).

  Dalam hal Wajib Pajak baru terdaftar sejak berlakunya Peraturan Menteri Keuangan No.107/PMK.011/2013 tanggal 30 Juli 2013, pengenaan Pajak Penghasilan didasarkan pada jumlah peredaran bruto pada bulan pertama diperolehnya penghasilan dari usaha yang disetahunkan.
     Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp 350.000.000 = Rp 4.200.000.000
Karena peredaran bruto yang disetahunkan belum melebihi Rp 4.800.000.000 maka terhadap penghasilan bruto tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif 1% sesuai PP Nomor 46 tahun 2013.
PPh terutang bulan Juli 2014 adalah: 1% x Rp4.200.000.000 = Rp 42.000.000 dan tidak ada angsuran PPh pasal 25.

   Masih dengan contoh di atas, namun jika peredaran bruto Heri pada bulan Juli 2014 sebesar Rp 500.000.000. Berapa besar angsuran PPh pasal 25 pada bulan Juli 2014?

    Peredaran bruto yang disetahunkan adalah : 12 x Rp 500.000.000 = Rp 6.000.000.000
Karena peredaran bruto yang disetahunkan telah melebihi Rp 4.800.000.000 maka terhadap penghasilan bruto tahun 2014 penghitungan pajak penghasilan dihitung menggunakan tarif pasal 17 Undang-Undang PPh.
Penghitungan angsuran PPh pasal 25 dihitung sesuai Pasal 6 PMK 208/ PMK.03/ 2009 dan Per 32/PJ/2010.

     Angsuran PPh Pasal 25 bulan Juli 2014 = 0,75% x Rp 500.000.000= Rp 3.750.000
     Angsuran tersebut dibayar paling lambat tanggal 15 bulan Agustus 2014.
Angsuran PPh Pasal 25 untuk bulan selanjutnya sampai dengan bulan Desember 2014 adalah 0,75% dikalikan peredaran bruto pada bulan yang bersangkutan.

4. Wajib Pajak Memperoleh Penghasilan Tidak Teratur
Berdasarkan asumsi kondisi usaha WP ditahun depan sama dengan kondisi usaha tahun sekarang maka dalam menghitung PPh Pasal 25 tahun berikutnya. Bila WP menerima pengghasilan yang tidak teratur dalam tahun sekarang. Penghasilan yang tidak teratur tersebut tidak ikut diperhitungkan dalam menghitung PPh pasal 25 tahun berikutnya. Alasannya adalah penghasilan tidak teratur tersebut dianggap tidak akan terajdi lagi ditahun mendatang.
Yang termasuk dalampenghasilan tidak teratur adalah keuntungan selisih kurs, keuntungan dan pengalihan harta (capital gaint) sepanjang bukan penghasilan dari kegitan usaha pokok, serta penghasilan lainnya yang bersifat insidentil.

Contoh : Perhitungan PPh Tn. Agung tahun 2010 sebagai berikut:
  Karena dalam penghasilan Tn. Agung selama tahun 2010 terdapat penhasilan teratur sebesar Rp. 550.000.000 yang terdiri dari usaha istri netto Rp. 350.000.000,- dan Penghasilan dari Gaji sebesar Rp. 200.000.000, PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pihak pemberi kerja sebesar Rp. 20.932.000,- Penghasilan tidak teratur berupa sewa mobil sebesar Rp. 50.000.000,- PPh Pasal 23 uyang dipotong oleh pihak lain atas sewa Rp. 1000.000,- PPh Pasal 25 yang telah dibayar sebesar RP. 2.000.000 Januari dan Februari 2011 ditambah Periode Maret sampai dengan Desember 2010 per bulan sebesar Rp. 18.000.000,-. Maka besarnya PPh Pasal 29 untuk tahun 2011 dan PPh Pasal 25 untuk tahun 2011 sebagai berikut :

     Jawaban :
      Penghasilan Neto usaha istri                                        Rp       350.000.000
     Penghasilan Neto dari gaji                                            Rp       200.000.000
     Penghasilan Neto dari sewa mobil                                Rp         50.000.000 (+)
     Total Penghasilan Neto                                                 Rp       650.000.000
     Penghasilan Tidak Kena Pajak (K/1/3) Th 2010           Rp         36.960.000 (-)
     Penghasilan Kena Pajak (PhKP)                                  Rp       602.000.000
     PPh Terutang
     5%             x Rp      50.000.000  = Rp      2.500.000
     15%           x Rp    200.000.000  = Rp    30.000.000
     25%           x Rp    250.000.000  = Rp    62.500.000
     30%           x Rp    102.000.000  = Rp    18.912.000 (+)
            Jumlah PPh Terutang                                         Rp.      113.912.000

     PPh terutang menurut SPT Tahun 2010                      Rp.      113.912.000 
     Kredit pajak
     PPh Pasal 21                              Rp.      20.932.000
     PPh Pasal 23`                             Rp.        1.000.000 (+)
     Jumlah Kredit Pajak                                                    Rp.        21.932.000 (-)
     PPh yang harus dibayar sendiri Th. 2010              Rp.        76.980.000
     Kredit pajak yang dibayar sendiri
     PPh Pasal 25 (Rp. 2.000.000 + 18.000.000,-)           Rp          20.000.000 (-)
     Total Kurang Bayar (Pasal 29)                                   Rp.         56.980.000

Angsuran PPh Pasal 25 untuk Tahun berikutnya (2011):
PPh terutang menurut SPT 1770 Tahun 2010
Dari Penghasilan Teratur                                                   Rp.     98.912.000
Kredit pajak
     PPh Pasal 21                               Rp.      20.932.000
     PPh Pasal 23`                              Rp.        1.000.000 (+)
     Jumlah Kredit Pajak                                                     Rp.      21.932.000 (-)
Dasar Angsuran PPh Pasal 25 tahun 2016                   Rp.      76.980.000
Angsuran PPh Pasal 25 = (1/12 x Rp. 76.980.000)      Rp.        6.415.000


    

Sanksi atas Keterlambatana membayar PPh Pasal 25 :

1. Sanksi Administrasi atas Keterlambatan atau Tidak Menyampaikan SPT
Apabila Wajib Pajak (WP) terlambat menyampaikan SPT, sanksi administrasi
Dikenakan Denda Rp 100.000,- untuk SPT Masa PPh Pasal 21/26, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, PPh Pasal 25, PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15).
2. Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Membayar Pajak
Pembayaran/ penyetoran pajak setelah tanggal jatuh tempo pembayaran/ penyetoran pajak (Terlambat bayar) >> akan dikenakan sanksi administrasi >>
Bunga 2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran (dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan)
Terlambat 1 hari = 1 bulan keterlambatan (dikenakan bunga 2%)

NB: Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Contoh ilustrasi Poin 2 (Sanksi Administrasi atas Keterlambatan Membayar Pajak):
Jatuh tempo pembayaran PPh Pasal 25 untuk bulan Mei 2016 adalah Tgl 15 Juni 2015 (bertepatan jatuh pada hari Sabtu), maka tanggal jatuh tempo diundur menjadi Tgl 17 Juni 2013 (hari Senin).
Apabila membayar PPh Pasal 25 pada Tgl 19 Juli 2016 (terlambat 1 bulan 2 hari = 2 bulan keterlambatan), maka akan dikenakan bunga sebesar 2% x 2 bulan = 4%.
Apabila nilai Pajak terutang sebesar Rp 5.000.000
Denda Bunga (4% x Rp 5.000.000) = Rp 200.000
Total yang harus dibayar = Rp 5.200.000.


     Kesimpulan




    Penghitungan besarnya angsuran PPh pasal 25 dalam tahun pajak berjalan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak baru, bank, sewa guna usaha dengan hak opsi, badan usaha milik negara, badan usaha milik daerah, Wajib Pajak masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang berdasarkan ketentuan diharuskan membuat laporan keuangan berkala termasuk Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu seperti yang diatur pada PMK 208/ PMK.03/ 2009 ternyata masih harus memperhatikan ketentuan yang ada pada PP 46 tahun 2013 dan aturan pelaksanaannya pada PMK 107/PMK.011/2013. Ketentuan tersebut diantaranya adalah: batasan jumlah peredaran bruto setahun atau disetahunkan (Rp4.800.000.000,00), ketentuan mengenai jenis penghasilannya (apakah penghasilannya berasal dari pekerjaan bebas atau tidak); kapan penghasilan tersebut diperoleh; ketentuan apakah dikenai tarif umum Pajak Penghasilan, atau tarif khusus Pajak Penghasilan atau dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final.

No comments:

Post a Comment

Ads Inside Post